Senin, 19 Agustus 2013

Industri Fotocopy Tidak akan Mati!!!

“Industri fotocopy tidak akan mati,” ungkap Liza Felicia Wulandari, Direktur The Advisory Consultant, perusahaan konsultan bisnis. Perkembangan industri fotocopy tidak terlepas dari industri utamanya, yang diistilahkan dengan printed public relation – dimana ada materi yng ingin di cetak di situlah fungsi publikasi cetak berada. 

Empat faktor yang mempengaruhi perkembangan bisnis fotocopy baik itu plus maupun yang kecil. Pertama, tujuan usaha harus jelas. Kedua, kebutuhan (market need) atas jasa fotocopy harus ada, dengan mempelajari kondisi pasar. Ketiga, lokasi usaha yang didasarkan atas market need (kebutuhan pasar). Karena lokasi yang tidak didasari oleh market need tidak akan bertahan lama. Keempat, merupakan hal yang utama agar usaha berjalan dengan baik yaitu bagaimana me-maintenance loyalitas konsumen yang datang. 

Perbedaan. 
Usaha fotocopy plus berbeda dengan fotocopy biasa. Salah satu indikatornya adalah harga. Fotocopy plus biasanya mematok harga di atas Rp. 100 per lembar bahkan di atas Rp. 150 per lembar. Ini dikarenakan fotocopy plus tidak menekankan pada fotocopy biasa melainkan di luar itu, seperti scanning, print digital, fotocopy berwarna dan sebagainya. Sedangkan fotocopy biasa hanya mengandalkan jasa fotocopy biasa sehingga memasang harga yang lebih murah yaitu mulai dari Rp. 60 – Rp. 80 per lembar untuk fotocopy plus, sudah pasti margin yang didapat lebih besar. Namun, bagi yang kurang pandai mengelola, besarnya margin berimbas pada banyaknya karyawan yang dipekerjakan. Sebenarnya ini tidaklah efisien, karena cost produksi dan jumlah tenaga kerja tidak sebanding dengan nilai laba. 

 Lokasi. 
Salah satu hal yang harus diperhatikan jika ingin memulai usaha fotocopy adalah penentuan lokasi. “Sebetulnya bukan lokasi yang penting tetapi kebutuhannya, jika lokasinya strategis tetapi tidak ada kebutuhan atas jasa fotocopy maka usaha itu akan mati,” ungkap Liza. Ini salah satu kendala yang memungkinkan usaha fotocopy gulung tikar. Menurutnya letak strategis bukan dari segi lokasi tetapi strategis karena kebutuhannya. “Meskipun lokasi tidak strategis tapi kiri kanannya kantor atau sekolah, akan sangat tinggi nilai kebutuhannya dari sisi penyedia jasa fotocopy,” jelasnya. Dengan adanya fotocopy plus ini tidak menyulutkan usaha fotocopy kecil lainnya. Ini dikarenakan perbedaan dari masing-masing usaha fotocopy tersebut dimana satu sama lain tidak saling sikut menyiktu. Mereka mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga kehadiran fotocopy plus ini tidak mengganggu dan mematikan lahan usaha fotocopy kecil. 

 Tips. 
untuk memulai usaha baru harus bidang fotocopy plus, ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu mempelajari kondisi pasar setempat. Penguasaan kondisi pasar yang salah akan membuat pemain tak sukses meraup omset besar, sedangkan ia harus membayar biaya operasional seperti sewa kios, listrik dan sebagainya. Jadi, jangan sampai salah lokasi jika usaha fotocopy Anda itu sendiri ingin berkembang dengan cepat!. Yuni/Lili. Tim Sektor. 

Untung Menggiurkan dari Usaha Fotocopy Terpadu 


Usaha fotocopy dibilang usaha yang tak pernah mati. Sayangnya seiring majunya zaman semakin banyak saja pemain menjejali bisnis ini. Untuk bisa menang dalam persaingan, tentu masing-masing mempunyai trik dan keunggulan sendiri. Salah satu cara yang saat ini banyak ditempuh adalah dengan menusung konsep one stop service yang menyediakan aneka jasa bagi konsumen. Ditilik dari sisi keuntungan, konsep ini juga lebih menjanjikan dibandingkan gaya konvensional. 

Di zaman modern seperti sekarang ini, jasa layanan fotocopy memang semakin banyak saja. Umumnya penyedia jasa fotocopy yang berada di lokasi dekat perkantoran atau lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah pasti ramai diminati. Padahal mereka sekadar menyediakan jasa layanan fotocopy dan jasa-jasa penyertanya seperti jilid, laminating dan lain-lain. Konsumenpun rela berlama-lama menunggu gilirannya karena boleh dibilang kala itu jasa fotocopy jumlahnya tak begitu banyak. Tapi itu dulu. Sekarang penyedia jasa layanan fotocopy jumlahnya sangat banyak. Tak jarang di suatu kawasan memang berjejer toko-toko yang saling bersebelahan dan menawarkan jasa yang sama. Tengok saja dikawasan Patung Pak Tani, Menteng – Jakarta Pusat, atau di kawasan dekat kampus UNJ, Rawamangun – Jakarta Timur. Sederet ruko menawarkan layanan sama yaitu jasa fotocopy. Namun yang menjadi pertanyaan apakah dengan menawarkan jasa sejenis di tempat yang berdekatan bisnis mereka menjadi mati? “Bisnis fotocopy tidak akan pernah mati selama masih ada materi yang akan dicetak atau diperbanyak,” tegas Liza Felicia Wulandari. Direktur The Advisory Consultant. “Prospeknya pun akan tetap bagus,” tambahnya. Namun meski usaha ini boleh dibilang akan selalu ada kebutuhannya, setiap pemain harus bisa mencari celah agar bisnisnya tetap dilirik. Pemain fotocopy konvensional bisa jadi akan banting harga dengan memberikan layanan yang murah. Sayang tak semua layanan yang murah memberi hasil yang memuaskan karena mereka menekan pada kualitas bahan baku. “Kadangkala trik semacam ini tak begitu manjur. Konsumen malah lari karena hasil fotocopynya yang kurang memuaskan,” kata Anto salah seorang pemain fotocopy di Jakarta Utara. Hal serupa juga dialami oleh Aries Zamroni, pemilik Bromo Copy Centre yang ada di daerah Depok, Jawa Barat. Ia pernah ditinggalkan pelanggan karena banting setir menggunakan bahan baku seadanya saat pasokan bahan baku usahanya tersendat. Mungkin paradigma konsumen pengguna jasa ini sudah berubah, terutama konsumen perkantoran. Pengalaman Joseph Wijaya, salah seorang pemain Quick Copy di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan membuktikan bahwa dengan kualitas yang baik, jasa layanan fotocopynya tetap dipilih konsumen meski harga yang ditawarkan diatas rata-rata. Selain memberikan kualitas yang memuaskan, me-maintenance konsumen agar loyal juga merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha ini. Bambang Gunawan, pemilik Agung Fotocopy di daerah Grogol sudah mempraktekannya. Jasa layanan fotocopynya yang sudah terbilang besar memang sangat memperhatikan kebutuhan konsumen. Ia tak segan untuk menerapkan antar-jemput bagi para pelanggannya ini, terutama kalangan kantoran. “Saya memang memiliki banyak seles yang memang dikhususkan untuk melakukan antar jemput dokumen,” tegasnya. Cara ini terbukti efektif. Usaha fotocopy yang dijalankan Bambang maju pesat hingga ia memiliki 70 orang karyawan dan membukukan keuntungan bersih Rp. 50 juta per bulan. Tapi ada hal yang harus diperhatikan dalam hal penerapan sistem antar jemput dokumen ini. Bukan tidak mungkin seorang seles yang lihai dan pandai serta memiliki modal akan membuka sendiri usaha sejenis dan membawa langganan yang sudah kita miliki.

 Memberi Layanan Plus. 
 Konsep layanan fotocopy tradisional yang hanya mengandalkan jasa fotocopy saja belakangan sudah mulai ditinggalkan orang. Mereka yang memiliki modal besar umumnya akan lebih menekankan pada penyediaan jasa lain selain fotocopy atau yang lazim disebut fotocopy terpadu. “Kami memang ingin memberikan jasa lain bagi konsumen semacam One Stop Service” kata Joseph. Dengan menganut konsep ini maka mereka tak hanya menekankan jasa layanan fotocopy saja tapi juga menyediakan jasa perlengkapan lainnya seperti Warnet, printing digital, ticketing dan lain-lain. Tempatnya pun dibuat senyaman mungkin hingga membuat konsumen tertarik dan betah berlama-lama. “Ya..ibaratnya kami juga menjual suasana,” kata Joseph. Pemilihan tempat yang strategis dan mudah dilihat konsumen ditambah jam operasi yang panjang juga ikut menjadi penentu untuk suksesnya usaha ini. Mereka tak surut walaupun usaha-usaha sejenis ada juga di daerah yang sama. 

 Lebih menguntungkan. 
Semakin banyaknya barang modal yang dibutuhkan untuk mengusahakan fotocopy terpadu sudah barang tentu makin besar modal yang diperlukan. Belum lagi pertimbangan untuk menyediakan tempat yang nyaman. Syukur-syukur berada di pinggir jalan dengan lahan parkir yang luas “Paling tidak butuh dana sekitar Rp. 250 jutaan,” kata Joseph. Mungkin bagi yang semula hanya melayani jasa fotocopy terpadu tah harus langsung menggelontorkan modal dalam jumlah besar, seperti yang dilakukan Zaelani yang awalnya hanya mengeluarkan modal sekitar Rp. 70 jutaan saja. Ditilik dari keuntungan, usaha fotocopy terpadu ini memang lebih menguntungkan jika dibandingkan hanya menyediakan satu macam jasa saja. Tengok saja Quick Copy. Dalam satu bulan meski baru berdiri sekitar setengah tahun , berhasil membukukan keuntungan bersih Rp. 10 juta. 30% dari nilai itu disumbangkan dari jasa layanan fotocopy dan sisanya sebanyak 70% adalah omset dari jasa-jasa lainnya. Nah bisa dilihatkan, seandainya hanya disediakan jasa layanan fotocopy saja maka keuntungan yang didapat tak akan sebesar itu. Yani. Tim Utama.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

1 komentar: on "Industri Fotocopy Tidak akan Mati!!!"

Nanang mengatakan...

Yang ingin sewa mesin fotocopy Sewa Fotocopy Di Depok boleh hubungi kami